Didalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw apabila memasuki bulan rajab bersabda,
”Allahumma Barik Lana Fii Rajab wa Sya’ban wa Ballighnaa Ramadhan"
Artinya: "Wahai Allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan ramadhan.”
Didalam sebuah riwayat,”Wa Barik Lana Ramadhan.” (Dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad didalam “Zawaidul Musnad” (236); al Bazzar didalam “Musnad”-nya , sebagaimana di dalam “Kasyfil Astar” (616), Ibnus Sunni didalam “Amalul Yaum wal Lailah” (658), Thabrani didalam “al Ausath” (3939), didalam “ad Du’a” (911), Abu Nu’aim didalam “al Hulyah” (6/269), al Baihaqi didalam “asy Syu’ab” (3534), didalam kitab “Fadhailul Auqat” (14), al Khatib al Baghdadi didalam “al Muwaddhih” (2/473), Ibnu Asakir didalam “Tarikh”-nya (40/57) dari jalan Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Numairiy dari Anas.
Sanad hadits ini dhoif (lemah) :
Zaidah bin Abir Roqod : Buhkori dan Nasai mengatakan bahwa haditsnya munkar. Abu Daud mengatakan,”Aku tidak mengetahui beritanya.” Abu Hatim mengatakan bahwa hadits dari Ziyad an Numairiy dari Anas hadits yang marfu munkar, dan kami tidak mengetahui darinya (Anas) atau dari Ziyad. Adz Zahabi mengatakan bahwa ia dhoif. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa haditsnya munkar (lihat : “at Tarikhul Kabir” (3/433), “al Jarh” (3/613), “al Majruhin” (1/308), “al Mizan” (2/65), “at Tahdzib” (3/305), “at Taqrib” (1/256).
Tentang Ziyad bin Abdullah an Numairy al Bashriy : Ibnu Ma’in mengatakan,”Tidak ada masalah”. Abu Daud melemahkannya. Abu Hatim mengatakan,”Haditsnya ditulis namun tidak dipakai sebagai hujjah (dalil).” Ibnu Hibban didalam ats Tsiqot mengatakan bahwa ia salah, kemudian dia menyebutkannya di “al Majruhin” bahwa hadits yang diriwayatkan dari Anas adalah munkar dan tidak menyerupai seperti sebuah hadits yang bisa dipercaya dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah (dalil). “Adz Dzahabi” mengatakan bahwa dia lemah. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa dia lemah. (lihat : “Tarikh” Ibnu Ma’in (2/179), “al Jarh” (3/536), “al Kamil” (3/1044), “al Mizan “(2/65). “At Tahdzib” (3/378)
Zaidah bin Abir Roqod sendiri yang meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an Numairiy. Thabrani mengatakan didalam al Ausath,”Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah saw kecuali dengan sanad seperti ini, di sini hanya Zaidah bin Abir Roqod sendiri.”
Al Baihaqi mengatakan,”Didalam hadits ini An Numairy sendiri dan dari dirinya Zaidah bin Abir Roqod. Bukhori mengatakan bahwa Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Nuamiry munkar haditsnya.”
Al Baihaqi mengatakan,”Didalam hadits ini An Numairy sendiri dan dari dirinya Zaidah bin Abir Roqod. Bukhori mengatakan bahwa Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Nuamiry munkar haditsnya.”
Lebih dari satu ulama yang menyatakan kelemahan sanad hadits ini, diantaranya : Imam Nawawi didalam “al Adzkar” (547), Ibnu Rajab didalam “Lathoiful Ma’arif” (143), al Haitsami didalam ‘al Mujma’” (2/165), adz Dzahabi didalam “Al Mizan” (2/65), Ibnu Hajar didalam “Tabyinul ‘Ajib” (38). (Fatawa Wastisyaarotul Islamil Yaum juz I hal 461)
Dari penjelasan diatas tampak bahwa hadits tersebut terkategorikan lemah (dhoif) namun isi didalamnya adalah anjuran agar setiap mukmin senantiasa memperhatikan waktu-waktu dan usianya untuk tetap berada didalam kebaikan serta merindukan untuk bertemu dengan bulan mulia, ramadhan. Tentunya ini merupakan sesuatu yang baik.
Apakah diperbolehkan membacanya?
Dan kandungan hadits tersebut tidaklah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para ulama salaf yang senatiasa memberikan perhatian kepada bulan ramadhan sepanjang tahunnya. Setengah tahun sebelum kedatangan ramadhan mereka senantiasa berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan mulia tersebut dan setengah tahun setelahnya berdoa agar berbagai ibadah mereka di bulan mulia itu diterima oleh-Nya.
Dan kandungan hadits tersebut tidaklah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para ulama salaf yang senatiasa memberikan perhatian kepada bulan ramadhan sepanjang tahunnya. Setengah tahun sebelum kedatangan ramadhan mereka senantiasa berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan mulia tersebut dan setengah tahun setelahnya berdoa agar berbagai ibadah mereka di bulan mulia itu diterima oleh-Nya.
Al Hafizh Ibnu Rajab mengatakan,”Telah diriwayatkan dari Abu Ismail al Anshariy yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih terhadap keutamaan bulan rajab selain hadits ini. Pernyataannya ini perlu dikaji karena sesungguhnya didalam sanad hadits ini terdapat kelemahan.”
Hadits itu merupakan dalil terhadap anjuran berdoa agar tetap berada didalam waktu-waktu utama untuk melakukan berbagai amal shaleh didalamnya. Sesungguhnya bagi seorang mukmin tidaklah bertambah usianya kecuali didalam kebaikan dan sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang usianya dan baik amalnya. Para ulama salaf menginginkan kematian mereka diikuti dengan amal shaleh, diantaranya puasa ramadhan atau kembali menunaikan ibadah haji. Terdapat ungkapan,”Siapa yang mati seperti itu maka dia akan mendapatkan ampunan.” (Lathoiful Ma’arif 1/130)
Dengan demikian—meskipun hadits tersebut dhoif—diperbolehkan bagi seorang muslim berdoa dengan hadits tersebut ketika memasuki bulan rajab. Sebagaimana perkataan para ulama bahwa diperbolehkan mengamalkan hadits dhoif didalam keutamaan amal dengan syarat bahwa hadits itu tidak diriwayatkan oleh seorang pendusta, kejam dan kasar yang menjadikan kelemahannya sangat berat dan hadits itu juga tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tidak berhubungan dengan permasalahan-permasalahan akidah, atau hukum-hukum syariah berupa halal, haram dan sejenisnya.
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar