Kamis, 31 Maret 2011

Sepiring Donat


Menjadi diri sendiri adalah hal yang istimewa. Menyemai kesabaran yang berbuah kemandirian bukanlah perkara sulit. Tapi pertanyaannya, apakah kita mau mencoba dan bersabar karenanya?
Kita bisa belajar bersama Pratiwi, seorang perempuan sederhana yang mencoba hidup merantau tanpa mendapatkan lagi “jatah” bulanan dari orang tuanya.
Dengan bekal tekad dan ijazah di tangan, dia mencoba mengadu nasib di kota kembang, Bandung. Dia memulai dengan bekerja sebagai guru magang di sebuah sekolah islam swasta dengan gaji delapan puluh lima ribu rupiah per bulan.

Ya, delapan puluh lima ribu, saudaraku….
Sangat tidak mungkin, secara perhitungan, gaji yang diterima itu dapat mencukupi kebutuhannya dalam satu bulan, apalagi diterima setelah bekerja sebulan. Tapi lain halnya dengan perhitungan Allah. Itulah berkah dan karunia Allah. 
Sepiring donat penuh berkah….
Kisah ini dimulai dari suatu sore yang penuh berkah, sepulang dari magang di sekolah, berbekal tabungan seadanya. Dia memutuskan untuk mencari usaha sampingan.
Dia memantapkan diri menuju ke kampus, tempat dia kuliah dulu. Selama di perjalanan, dia memutar otak, kira-kira usaha apa yang akan jadi sampingannya yang juga akan mengisi perutnya ketika lapar. DONAT! Ya donat dekat kampus kan lucu-lucu dan juga enak.
Sesampainya di tujuan, dia langsung mendatangi toko yang menjualkan aneka rasa donat. Keju, meses, stroberi, kacang tanah, dan cokelat. Dan beragam bentuk pula.
Dia beranikan diri untuk melangkahan kaki menuju toko tersebut. Bismillah.
“Assalamu’alaikum….“ sapanya.
“Wa’alaikum salam“, jawab perempuan penjaga toko tersebut. Alhamdulillah. Terbukalah satu pintu karunia Allah dengan kuncinya yang begitu istimewa “salam” semoga keselamatan tercurah padamu atas karunia Allah.
“Mau beli donat rasa apa, teh?“ begitu sapaan penjual toko kepada pratiwi. Karena di kota kembang, seorang perempuan biasa dipanggil dengan sebutan teteh.
Dengan tergagap, Pratiwi mencoba memusatkan pikiran kembali. Mengapa ia mendekati toko tersebut. Bukan hal yang mudah, dalam keadaan kantong tipis dan perut lapar, untuk berusaha berpikir hari esok.
“Begini teh, bolehkah saya ikut membantu menjualkan donat-donat ini? Tapi terus terang, saya masih belajar.
Jadi belum tahu caranya seperti apa?” ujar Pratiwi. Setelah mengutarakan maksudnya, Pratiwi diajak memasuki ruangan dan bertemu pihak manajemen dan keuangan toko tersebut. Alhamdulillah. Mereka memberikan kepercayaan sepiring donat untuk dijualkan.
Pertolongan demi pertolongan Allah datang silih berganti. Sepiring donat menggunung menjadi 10 box donat. Subhanallah.
Kala itu, hampir setiap dua hari sekali selepas shalat subuh, dia harus membawa 10 tumpuk box donat dari toko tersebut untuk dititipkan ke toto-toko dekat sekolah tempat dia mengajar yang jaraknya tidaklah dekat.
Satu jam perjalanan, saudaraku…
Dua kali naik angkot dan sekali naik ojek.
Subhanallah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar