Menjelang sore hari, seperti biasa, menyiapkan dan mengajak lala dan lili untuk mengaji di rumah Eyang Rasyid. Jarak dari rumah kami ke rumah Eyang Rasyid sebenarnya tidak terlalu jauh, mungkin sekitar setengah jam dengan sepeda motor. Hanya saja saat itu suami tidak bisa mengantar karena masih mengajar. Akhirnya berangkat sendiri dengan satu kali naik angkot dan berjalan kaki sekitar 15 menit.
Sambil menggendong lili dan dua buah tas untuk mengaji, aku berjalan memegang lala yang usianya hampir tiga tahun menuju sebuah gardu, tempat biasanya untuk menunggu angkot.
Alhamdulillah setelah sekitar 10 menit menunggu, tibalah kendaraan yang kutunggu…
Saat berada di angkot itulah kutemukan kata-kata bijak seorang bapak paruh baya. Maaf ya pak, kalau tebakanku salah tentang pekerjaan bapak. Berpakaian lusuh, sandal jepit dengan memakai karet, memakai topi alakadarnya, dan sebuah tas cangklong yang agak lusuh pula…
“Kemana ayah, Mbak. Ko ga ikut?” Itulah pertanyaan pertama dari Bapak tersebut ketika aku sudah duduk di salah satu sudut dalam angkot. Setelah sebelumnya beliau menolong lala naik ke dalam angkot. Saat itu angkot agak sepi, ada 7 orang, termasuk lala, lili dan bapak supir.
Aku tersenyum mendengar pertanyaan tersebut, lala yang menjawab: ”di kampus.” Lala emang suka ngobrol dengan siapa saja, mulai penjual sayur, penjual jamu, penjual soto, atau pun orang yang saat itu lewat dan menyapanya. Ia dengan senang hati menjawab.
“Sampeyan harus punya pembantu, Mbak . Anak-anak masih kecil dibawa kemana-mana. Hati-hati ya, kemarin ada berita anak kecil yang tertabrak mobil karena kelalaian orang tuanya…”
“Nggih, Pak. “
Beliau masih memberikan perhatian, padahal saat itu terlihat sekali gurat kelelahan pada wajahanya. Setelah beberapa saat berbincang-bincang, akhirnya beliau pun tertidur…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar